Dalam diskusi
yang diselenggarakan oleh sebuah kampus dengan tema Islam dan Pancasila,
menghadirkan dua pembicara, yaitu Ali Imran dan Saifuddin.
Pertama kali
moderator mempersilahkan pembicara pertama yaitu bapak Ali Imran, beliau
memulai dengan mengatakan : “Saudara sekalian, kita ini yang hidup direpulik
hakikatnya dalam naungan taghut, karena Anda semua ini menjadikan Pancasila
sebagai dasar negara, padahal sudah jelas bahwa Islam itu kafah dan syumul,
semua itu diatur oleh Islam, mulai WC sampai perkara kecil-kecil diatur oleh
Islam, apalagi masalah negara, tentu Islam mempunyai konsep dan dasar
bernegara, maka saya berani katakana kita semua ini pengikut taghut dan itu
artinya kita dalam kesesatan, maka dari itu kita harus bangkit berjuang untuk
merubah dasar negara dan kita ubah dasar itu Al Quran dan Hadis, dan kita
proklamirkan sebagai Negara Islam”, demikian paparan penceramah Ali Imran.
Selanjutnya
moderator mempersilahkan pembicara kedua yaitu bapak Saifuddin sebagai
pembanding dan kemudian memaparkan : “Saya tentu berbeda pandangan dengan bapak
Ali Imran, justru saya berpandangan sebaliknya, Pancasila itu bukan taghut.
Coba kita renungkan bersama dalam sila pertama itu tertuang Ketuhanan yang Maha
Esa, itu artinya konsep tauhid, saya Tanya apakah ini taghut?”. Hadirin menjawab
tidak.
Lalu Saifuddin
meneruskan paparannya, “Tentu itu bukanlah taghut, begitu juga dalam sila kedua
yang menghargai kemanusiaan ini adlaha perintah Al Quran, sila ketiga,
persatuan ini ajaran Hadis agar bersaudara, sila keempat musyawarah, ini juga
perintah Al Quran agar bermusyawarah, dan begitu juga dengan sila kelima
tentang keadilan yang juga perintah Al Quran, maka siapa yang mengatakan
Pancasila itu adalah taghut adalah fitnah dan sengaja mau membelokkan dengan
maksud tertentu”.
Suasana mulai
memanas, moderator kemudian mempersilahkan peserta diskusi untuk mengajukan
pertanyaan atau menanggapi kedua narasumber tersebut. Maka salah satu peserta
diskusi angkat tangan,sebut saja Samsul namanya, beliau bertanya : “Kami
menilai pembicara pertama yaitu yang terhormat bapak Ali Imran kelihatannya
hanya memahami Islam dan Pancasila secara sepintas, tidak mau mendalami dengan
akal yang cerdas dan hati yang bersih, maka sangat mudah sekali membuat stigma
yang bernuansa emosi, dan jika dari emosi, maka itu jauh dari hikmah. Sebab
kalau kita perhatikan ketika Nabi Muhammad di Madinah, Nabi Muhammad SAW membuat
Piagam Madinah yang merupakan konstitusi negara Madinah ketika itu, mengapa
tidak serta merta Nabi Muhammad menetapkan Al Quran dan Hadis sebagai dasar
negara Madinah?”. Demikian gugatan Samsul yang membuat suasana diskusi semakin
memanas.
Selanjutnya
Samsul meneruskan paparannya : “Perlu kita ketahui bahwa para pendiri republik
ini yang menetapkan Pancasila sebagai dasar negara mengikuti cara Nabi (mendirikan
negara Madinah sebagai bentuk sebuah negara bangsa), oleh karena itu saya
menolak keras jika Pancasila itu dituduh taghut”.
Moderator mempersilahkan
peserta lain untuk menanggapi, maka salah seorang cewek, sebut saja Eka
namanya, beliau ikut memberi komentar berikut ini : “Begini, saya sebagai
seorang muslim tidak merasa terganggu dengan dasar negara Pancasila ini, sebab
ketika saya memperkuat fondasi Islam (Iman, Islam, dan Ihsan) tidak terganggu
oleh Pancasila, selain itu tidak ada larangan membaca Al Quran bukan? DEPAG
mencetak Al Quran untuk masyarakatnya di negara Pancasila ini, Hadis dipelajari
di pesantren, dan negara juga membantu pesantren, sungguh fitnah besar kalau
Pancasila dikatakan taghut.” demikian sanggahan Eka.
Moderator
mempersilahkan pembicara menanggapi berbagai pertanyaan itu : “Saya tetap pada
pendirian bahwa Dasar Negara Al Quran dan Hadis, tetapi karena agama Islam itu
tuntunannya sudah terang benderang,
yaitu melalui Al Quran dan As Sunnah yang Sahih, di luar itu sudah pasti berada
diluar kebenaran yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya SAW. Jadi, sekali lagi
jangan menuding-nuding dan menunjuk-nunjuk orang salah atau benar, kecuali
dengan landasan Al Quran dan As Sunnah yang Sahih, karena 2 sumber kebenaran
itu saja yang diwariskan oleh Rasul kepada umatnya. Demikian tanggapan saya dan
terimakasih”.
Pembicara
kedua menjawab : “Kalau dengan mengamalkan praktek keagamaan, maka harus
berdasarkan Al Quran dan Hadis, tetapi dalam berbangsa dan bernegara, maka
menggunakan Pancasila tidak salah, karena : Pertama, Semua sila tidak ada satupun
yang melanggar Al Quran dan Sunnah, bahkan Pancasila merupakan aktualisasi dari
ajaran Al Quran dan Sunnah. Kedua, Ketika Nabi di Madinah, dimana Nabi sadar
benar bahwa Madinah itu untuk masyarakat majemuk, maka Nabi memakai Piagam
Madinah dan tidak menjadikan Al Quran sebagai dasar negara.
Dengan
demikian, memakai Pancasila adalah dalam bingkai negara dalam domain muamalah,
bukan dalam konteks ibadah mahdah, dan perlu diperhatikan ajaran Al Quran yang
paling utama adalah tauhid dan perdamaian, maka Pancasila itu sebagai alat
perekat keharmonisan dan perdamaian semua masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Bisa Anda bayangkan seperti di Thailand Selatan, umat Islam minoritas,
sebelumnya mereka hidup damai dalam consensus dengan kelompok masyarakat lain,
tetapi kemudian datanglah faham baru yang memprofokasi masyarakat agar
melaksanakan syariat Islam, kemudian berontak, maka terjadilah konflik yang
kemudian kekerasan terus berlanjut, ditambah lagi berbagai kepentingan apakah
itu mafia ganja dan senjata nimbrung dalam konflik tersebut”, demikian jawaban
pembicara kedua.
Kemudian
moderator mengakhiri diskusi dengan kesimpulan sebagai berikut : “Dari paparan
kedua sumber dan tanggapan dari peserta, maka Pancasila sebagai taghut adalah
tidak mempunyai dasar dan lemah, baik dari segi teori maupun realitas, maka
kita sebagai umat Islam Indonesia jangan ragu-ragu menjadikan Pancasila sebagai
Dasar Negara, bahkan bisa juga ini bagian dari amalan sunnah Nabi”. Demikian kesimpulan
moderator dan diskusi berakhir.
“Pancasila tidak bisa dikatakan taghut
karena di dalamnya terkandung ajaran ketuhanan (tauhid), kemanusiaan, dan
keadilan, sedangkan taghut adalah didalamnya tersimpan kekufuran dan kezaliman.”
Catatan :
Kafah = sempurna
Syumul = menyeluruh (universal)
Stigma = ciri negatif
Ihsan = baik
Sahih = sah; benar; sempurna; tiada cela (dusta, palsu); sesuai dng hukum (peraturan)
Muamalah = hal-hal yg termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb)
Mahdah = aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya
Tauhid = keesaan Allah
Consensus = persetujuan
Kufur = tidak percaya kpd Allah dan Rasul-Nya; kafir
Sumber : Materi Sosialisasi Islam
Damai Toleran dan Berkebangsaan
(dengan suntingan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar